Siapa bilang manusia cuma jatuh cinta sekali
Sepasang janda duda bertemu. Lalu mereka memutuskan untuk menjalin kasih. Si Lelaki duda karena ditinggal mati istrinya. Si Perempuan menjanda karena dicerai mantan suaminya. Pertemuan mereka berdua sangat simpel. Ketika bertemu di acara pernikahan teman dari si janda. Si janda waktu itu datang bersama temannya. Saat acara sesi photo si janda ingin berselfie ria dengan mempelai yang berbahagia. Namun teman yang datang bersamanya sedang makan dan tidak bisa membantu si janda berselfie ria. Tidak habis akal, si janda segera meminta bantuan dari orang yang paling dekat jaraknya dengan panggung pengantin dan itu si duda. Si duda mengambil poto lalu lalu tersenyum dan mengulurkan tangan untuk salaman selesai mengambil poto. Si janda membalas senyuman si duda. Lalu menyalaminya, tak sungkan si janda menanyai nomor selular si duda. Dengan senang hati si duda memberikannya. Tak lama kemudian setelah acara pernikahan selesai mereka saling berkomunikasi lewat media sosial. Gayung pun bersambut, ternyata mereka sama sama sedang dalam keadaan sendiri dengan status yang sama. Seperti ungkapan takdir “ tuhan sengaja mempertemukan kita dalam keadaan seperti ini untuk saling menutupi luka “, begitu kira kira ucapan si duda.
Tak lama kemudian mereka mengikrarkan diri sebagai sepasang kekasih. Kalau dalam ungkapan muda mudi mungkin “pacaran”. Ya benar si janda dan duda pacaran seperti yang dilakukan anak muda. Atau seperti yang mereka lakukan di saat muda dulu. Mereka beranggapan kenapa kita tidak coba dulu, agar lebih bisa mengenal satu sama lain dan agar lebih bisa mengikatkan diri ke jenjang yang lebih mengikat lagi. Mereka lama dalam status pacaran ini. Manis madu dan manis jangung telah mereka cicipi bersama dalam indahnya saling mengisi di kekosongan jiwa. Serunya mengunjungi tempat baru dalam kebersamaan mereka berdua tidak tertandingi oleh indahnya gunung bromo. Kira kira seperti itu ungkapan yang pernah di utaran si janda. Karena terpikat pada keromantisan si duda yang pernah mengajaknya bertualang ke bromo.
Hari berlalu, bulan berputar, namun matahari tetap pada orbitnya. Si janda memutuskan sepihak tali kasih mereka. Menurut si janda alasannya simpel, namun tidak ia utarakan kepada si duda. Si janda tidak ingin terbuai hanya pada pesona alam yang dipertunjukkan si duda kepadanya sebagai modal utama untuk mencuri cinta si janda yang ternyata sangat jatuh cinta kepada alam. Si duda... Gila... Diam.... Saat diputuskan si janda....
Karena sakit hati dan tak terima diputuskan sepihak. Si duda marah, makian, ungkapan kasar, dan umpatan ia sampaikan pada si janda. Si janda tidak bisa terima, marah, kembali kesal. Dan mengungkapkan kesalahan si duda. Si duda tidak mapan, tidak bisa mencukupi kebutuhan si janda. Si duda kembali marah juga, mengungkapkan si janda matre, materialistis. Si duda mengkalkulasi perjalanan wisata alam hang peranah mereka lakukan berdua, yang semua nya di biaya sendiri si duda. Mereka berkelahi tiada ujung, tidak ada kata sepakat tidak ada kata damai. Hubungan mereka berakhir aneh tidak se simpel awal cerita mereka. Padahal mereka sudah pernah merasakan kehilangan dan disakiti. Nyatanya, mereka lebih memilih bertualang cinta lagi, dan mencoba berkali kali jatuh cinta lagi. Si janda dan si duda seperi akar pohon yang mencari kedalaman tanah yang paling dalam, padahal dalamnya tanah tidak bisa diukur. Mereka mencoba mencari kedalaman cinta, tapi berkali kali jatuh. Pasti bangkitnya akan lebih susah. Karena dalamnya cinta juga tidak bisa diukur.
Komentar
Posting Komentar